Selain dibentuk Kabinet Kerja, pada demokrasi terpimpin dibentuk juga lembaga negara seperti DPRGR, MPRS, DPAS dan Front Gotong Royong sebagai perwujudan dari Demokrasi Terpimpin. TNI dan ABRI disatukan dalam bentuk Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri dari empat angkatan yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara dan Angkatan Kepolisian. Masing - masing dipimpin angkatan yang dipimpin oleh Menteri Panglima Angkatan yang kedudukannya dibawah Presiden atau Panglima Tertinggi ABRI. Golongan ABRI dianggap sebagai golongan fungsional dan memiliki kekuatan politik. Dengan demikian, ABRI memainkan kekuatannya dalam dunia perpolitikan.
Berdasarkan Perpres No. 7 Tahun 1959 tanggal 31 Desember 1959 yang menetapkan syarat yang dipenuhi sebuah partai. Partai politik diharuskan memenuhi syarat seperti jumlah anggota. Hasilnya, hanya beberapa partai yang masih dapat bertahan diantaranya PNI, Masyumi, NU, PKI, Partai Katholik, Parkindo, PSI, Partai Murba, Partai IPKI, PSII, dan Partai Perti. Tindakan ini lebih dikenal dengan nama penyederhanaan partai. Disisi lain, partai Masyumi dan PSI terlibat dalam pemberontakan PRRI-Permesta sehingga kedua partai tersebut dibubarkan oleh pemerintah.
Pada saat itu, kekuatan terpusat pada Soekarno, ABRI dan partai - partai terutama PKI. Soekarno berusaha menciptakan keseimbangan (balance of power) antara ABRI sebagai lembaga keamanan dan ABRI dengan partai politik. Untuk menciptakan keseimbangan tersebut, Soekarno memerlukan dukungan yaitu dari PKI. Keadaan ini sangat menguntungkan PKI yang memiliki kepentingan. PKI memainkan peranannya sebagai pendukung Soekarno dalam bidang politik hingga dikeluarkannya konsep Nasionalis, Agama dan Komunis (NASAKOM) oleh Soekarno.
Disisi lain, PKI yang memiliki cap bersifat internasional (kurang nasional) dan anti agama dijawab bahwa PKI menerima Manipol (Manifesto Politik) yang didalamnya mencakup Pancasila. Ajakan Soekarno supaya jangan komunistophobia (rasa takut terhadap komunis) sangat menguntungkan PKI dan menjadikan PKI aman. Saat itu keduanya saling melengkapi antara Soekarno dan PKI.
Dalam rangka mewujudkan sosialisme (yang kelak menjadi komunisme) di Indonesia, PKI menempuh beberapa tindakan diantaranya :
- Dalam Negeri; menyusup ke berbagai partai politik atau organisasi massa yang melawannya kemudian memecah belah. Pada bidang pendidikan mengusahakan Marxisme-Leninisme sebagai mata pelajaran wajib. Pada bidang militer yaitu mendoktrinasi ajaran komunis kepada para perwira dan membangun sel - sel komunis diantara ABRI.
- Luar Negeri; berusaha mengarahkan Indonesia dari politik bebas aktif yang mendekati negara - negara komunis terutama Uni Soviet dan Cina.
Pada bidang kebudayaan dan pers, PKI mempengaruhi Soekarno untuk melarang Manifesto Kebudayaan (Manikebu) dan Barisan Pendukung Soekarno (BPS). Alasannya adalah keduanya didukung oleh intelijen Amerika Serikat, CIA. Sebenarnya, yang ditentang PKI bukan Manikebu, melainkan terselenggaranya Konferensi Karyawan Pengarang Indonesia (KKPI) yang berhasil membentuk organisasi pengarang dengan nama Persatuan Karyawan Pengarang Indonesia (PKPI). Selain itu PKI juga berhasil mempengaruhi Antara (Kantor berita) dan RRI.
Pada bidang kepartaian, PKI melakukan fitnah kepada partai Murba sehingga partai Murba dibubarkan oleh Soekarno. PKI juga menyusup ke partai lain seperti partai PNI pimpinan Ali Sastroamidjojo sebagai ketua dan Jendera Surachman sebagai sekertaris yang jenderalnya disusupi PKI. Besarnya kekuatan PKI di tubuh PNI (Ali - Surachman) menyebabkan marhaenisme diberi arti marxisme yang diterapkan di Indonesia. Tokoh - tokoh marhaenisme PNI seperti Osa Maliki dipecat dari kepengurusan yang kemudian membuat partai tandingan yaitu PNI Osa Usep (Ketuanya Osa Maliki dan sekertaris Usep Ranuwijaya). Dengan demikian PNI pecah menjadi dua.
Pada bidang agraria, PKI melalui ormasnya, Barisan Tani Indonesia (BTI) berhasil melakukan landreformdi beberapa wilayah dan melakukan aksi penyerobotan tanah sepihak seperti di Boyolali, Kediri, Klaten dan Sumatera Utara. Aksi sepihak ini bertujuan mengacaukan keadaan dan juga sebagai alat ukur untuk mengetahui reaksi dari ABRI.
Dalam usaha mempengaruhi ABRI, PKI mempergunakan jalur resmi. Jalur resmi adalah Komisari Politik Nasakom yang mendampingi Panglima atau Komandan Kesatuan. Sedangkan jalur tidak resmi adalah melalui Biro Khusus yang diketuai Kamaruzaman (Syam). Rupanya melalui penempatan Komisaris Politik Nasakom yang terdiri dari PNI dan NU, PKI kurang berhasil karena ketangguhan sikap pimpinan ABRI. ABRI mampu menanggulangi pengaruh komunis bahkan menjadi penghalang bagi PKI untuk mendirikan negara komunis. Oleh sebab itu, peristiwa G30SPKI dijadikan sarana bagi ABRI terutama TNI AD untuk memberantas komunis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar